Oleh Cardiyan HIS
Polisi Hutan nganggur. Begitu juga banyak aktivis LSM alih profesi. Itulah kekhawatiran Polisi Hutan (Polhut) dan aktivis LSM yang kini menjadi pembicaraan hangat di Kalimantan khususnya Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Polhut nganggur karena penyebabnya jelas. Yakni hutan habis karena dibabat terus untuk perkebunan kelapa sawit. Hilangnya hutan berarti hilangnya profesi mereka. Untuk apa ada Polhut kalau sudah tidak ada hutan lagi?
Salah seorang aktivis LSM untuk perlindungan Orang Hutan di Palangka Raya, Kalimantan Tengah memberikan solusi agar memindahkan mereka ke PT. Kereta Api di pulau Jawa dan Sumatra saja; yakni menjadi Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska). Diharapkan, kebijakan ini dapat menggairahkan transportasi massal KA yang murah dan ramah lingkungan. Sehingga tidak ada lagi penumpang gelap KA karena cukup banyak Polsuska yang berjaga-jaga di KA. Tidak ada lagi pencurian rel dan kawat/kabel karena siang malam Polsuska berjaga-jaga di sepanjang rel kalau perlu setiap 1 km. Malah ada yang menyarankan bekerja di Jasa Marga saja khususnya untuk menjaga jembatan Suramadu, Surabaya-Madura agar tak dipreteli lagi sekrup-sekrup dan lampunya.
Populasi Polhut apakah memang sudah melampaui kebutuhan dengan semakin kurangnya areal hutan lindung? Ataukah rasionya menjadi pas karena hutan lindungnya tinggal sedikit. Kalau jumlah Polhut pas tentu semakin efektif untuk menjaga hutan dari para penjarah hutan.
Namun masalah utamanya kembali bukan soal Polhut agar tidak nganggur dan aktivis LSM tidak alih profesi menjadi pekerja perkebunan sawit. Tetapi bagaimana mengubah pola pikir para pengambil kebijakan di daerah (Bupati) dan di Jakarta (Departemen Kehutanan RI) untuk tidak mengobral ijin perkebunan sawit dengan cara menggusur hutan lindung.
Mereka mestinya meniru apa yang dilakukan oleh Gubernur Sumatra Barat, Gamawan Fauzi yang telah menyetop investasi asing (baca: Malaysia) untuk sektor perkebunan sawit karena lahan cadangan tinggal 40.000 ha lagi saja. Itu pun harus dibagi untuk berbagai keperluan seperti untuk lahan pertanian dan pertambangan. Sebelumnya Gubernur Sumbar telah memberikan izin investasi seluas 54.166 ha bagi investor asing.
Apalagi kebun sawit yang menguasai Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur itu dimiliki mayoritas sahamnya oleh orang Malaysia juga. Wah, tambah gawat. Mereka inilah yang sebenarnya paling senang main bakar hutan agar penyiapan lahannya lebih cepat selesai dan dengan demikian jauh lebih murah biayanya. Sementara pemerintah Malaysia protes keras Indonesia karena mengekspor asap yang membuat ibu kota Kuala Lumpur dan semua negara bagian Malaysia berkabut tebal.
Para aktivis LSM akhirnya menghimbau, agar bila kelak Presiden RI telah terpilih. Maka ia harus cepat bertindak agar mereka tidak kehilangan pekerjaan. Salah satunya adalah merombak Departemen Kehutanan RI menjadi Departemen Perkebunan RI. Dengan demikian, ke depannya profesi Polhut berubah menjadi Polbun (Polisi Perkebunan) dan para aktivis LSM benar-benar alih profesi menjadi pekerja perkebunan sawit.- *****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
HUTAN hancur = Paru-Paru Dunia KEROPOS !!!
BalasHapus