Oleh Cardiyan HIS
Indonesia ini memang anomali. Ternyata sulit mencari anak cerdas miskin. Dari kewajiban ITB sebagai PTN BHP untuk menyediakan 20% atau 600 calon mahasiswa cerdas miskin dari total 3.000 calon mahasiswa baru, hanya 51 orang saja baru berhasil dijaring ITB. Perlu kampanye kreatif dan agresif jemput bola sampai ke gang-gang becek dan ke seluruh pelosok Indonesia .
Baru saja saya ditilpun Rektor ITB, Prof. Djoko Santoso. Ia ingin meluruskan tentang tulisan saya yang dikutip ratusan blog dan mailist, yang pertama kali dimuat di www.politikana.com berjudul; “Kembalikan Kursi SNMPTN 2009 kepada yang Berhak”.
Menurut Prof. Djoko Santoso, ITB justru kesulitan untuk mencari 600 siswa lulusan SMU yang cerdas miskin. Angka 600 ini adalah bukti kekonsistenan ITB sebagai PTN berstatus BHP yang mensyaratkan 20% dari total penerimaan mahasiswa baru ITB yang seluruhnya 3.000 orang, harus untuk calon mahasiswa cerdas miskin.
Jumlah mahasiswa cerdas miskin ini baru berhasil dijaring sejumlah 23 orang melalui Ujian Saringan Masuk (USM) ITB 2009. Dan 28 orang melalui seleksi “Beasiswa ITB untuk Semua” 2009. Menurut Prof. Djoko Santoso, profil mereka adalah anak-anak rakyat Indonesia cerdas tetapi orang tuanya miskin. Profil orang tua mereka adalah tukang bakso, penjual nasi pinggir jalan, pemilik kios warung kecil, pembantu rumah tangga, petani musiman, nelayan, tukang gali tanah, tukang bangunan, sopir angkot, anak calo bisnis kelas teri, pensiunan tentara dan polisi pangkat prajurit, anak Satpam, guru ngaji, pensiunan guru SD dan lain-lain.
Melihat total calon mahasiswa cerdas miskin yang berhasil dijaring ITB hanya 51 orang dari 600 orang untuk kursi yang tersedia. Maka saya sarankan agar ITB lebih agresif lagi dan lebih kreatif lagi dalam menginformasikan dan menggerakkan minat masyarakat untuk masuk ITB tanpa biaya sepeser pun selama dia kuliah di ITB dan seluruh biaya hidup ditanggung ITB sampai lulus.
Kita harus jemput bola, dari pintu ke pintu agar informasi soal undangan ITB bagi para siswa cerdas miskin ini sampai kepada sasarannya. Bila informasi ini yang disebar luaskan langsung oleh para relawan penuh idealisme, paling tidak ada keberanian anak cerdas miskin untuk menyimaknya lebih jauh. Bila keingintahuannya terpuaskan, maka pada mereka akan tumbuh harapan. Bila harapan sudah ada ini sudah merupakan 90% keberhasilan mendorong anak untuk melanjutkan kuliah. Dan ITB telah mengundangnya bagi mereka yang berhak; siswa cerdas miskin.
Mungkin selama ini masyarakat miskin sudah takut dengar nama ITB sendiri sebelum mereka mau mendaftar. Yang mereka tahu, ITB itu yang paling mahal biaya formulir pendaftarannya yakni Rp. 850 ribu. Nah, kalau ia seorang pembantu berarti dia harus menyerahkan seluruh pendapatannya dua bulan gaji untuk beli formulir seleksi masuk ITB. Belum untuk urus sana urus sini. Pokoknya berat di ongkos. Sedangkan biaya untuk hidup keluarga mana?
Pengalaman spesifik perjuangan dengan segala kendalanya dalam menyeleksi USM ITB dan “Beasiswa ITB untuk Semua” 2009, ada baiknya ditulis dan dijelaskan secara panjang lebar kepada media cetak dan elektronik lokal maupun nasional. Setidaknya ini akan menggugah para alumni ITB yang jumlahnya puluhan ribu atau siapa saja anggota masyarakat yang peduli pendidikan untuk memberikan saran dan idenya. Syukur-syukur mau jemput bola, siapa tahu anak pembantunya cerdas, siapa tahu anak Satpam di lingkungannya pinter; siapa tahu anak supirnya juga otaknya moncer. Syukur-syukur ia sendiri mau menyumbang.
Sebab menurut Betti Alisjahbana, yang mengkoordinasikan program “Beasiswa ITB untuk Semua” (Info bagi peminat beasiswa di http://www.itbuntuksemua.com/infopeminat). Sebelum pulang kampung, pak Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI berkenan membantu penggalangan dana melalui goresan pertama di dua lukisan seniman ITB pada 23 Juli 2009. Kemudian pada 24 Juli 2009, Betti Alisjahbana mendapat konfirmasi donasi “Beasiswa ITB untuk Semua” dari Pertamina sejumlah Rp. 1.000.000.000. Selain itu seorang alumni ITB (Haminanto Adinugraha) baru saja menyumbangkan Rp. 100.000.000 ke pundi-pundi “Beasiswa ITB untuk Semua”. Dengan demikian total komitmen donasi yang sudah kami dapat adalah Rp. 4.200.000.000. Dana ini cukup untuk membiayai 42 mahasiswa sampai lulus dari ITB (perkiraan biaya per mahasiswa lebih kurang Rp. 100 juta). Sementara hasil seleksi untuk calon mahasiswa cerdas miskin ternyata hanya 28 orang.
Mari kita cari terus siswa cerdas miskin sampai ke gang-gang becek, ke seluruh pelosok Nusantara. Mereka inilah yang diprioritaskan masuk ITB gratis sampai lulus. Permintaan ITB dan para donatur hanya satu, bagi mereka yang diterima jadi mahasiswa ITB kelak diharapkan menjadi agen perubahan di lingkungan sosial tempat asalnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar