Sabtu, 04 Juni 2011

Fenomena Menarik: SMA “Kampung” Taklukkan SMA “Elite Kota”

Oleh Cardiyan HIS

SMA-SMA dari daerah membuat kejutan pada Ujian Nasional SMA 2011. Selain menduduki SMA dengan nilai rata-rata murni terbaik nasional juga menempatkan siswanya mendominasi prestasi individu nasional. Akankah kejutan ini akan berlanjut pada hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2011? Sangat layak untuk ditunggu kalau kita peduli dengan perkembanan kemajuan pendidikan.

Bayangkan! Berturut-turut SMA Negeri 10 Fajar Harapan, Banda Aceh; SMA Negeri 4 Denpasar, Bali dan SMA Negeri 1 Kota Tasikmalaya, Jawa Barat memperoleh nilai rata-rata murni terbaik nasional!. Dari 10 SMA Negeri terbaik nasional tak menyisakan satu pun untuk SMA Negeri “Elite Kota” seperti SMA Negeri 8 Jakarta; SMA Negeri 3 Bandung atau SMA Negeri 3 Malang yang selama ini dikenal sebagai penghasil siswa terbanyak yang diterima di PTN ternama.

Tak berhenti disini; SMA Negeri 4 Denpasar, Bali juga menempatkan siswanya mendominasi prestasi individu yakni berturut-turut nomor 1 sampai nomor 4 terbaik nasional. SMA Negeri 2 Tasikmalaya, Jawa Barat, berturut-turut menduduki nomor 5 sampai nomor 8 terbaik nasional dan dikunci oleh SMA Negeri 2 Lamongan, Jawa Timur dan SMA Negeri 1, Bekasi, Jawa Barat pada nomor 9 dan 10 terbaik nasional!!!

Bagi para alumnus SMA Negeri “kampung” seperti penulis (alumnus SMA Negeri 2 Tasikmalaya, Jawa Barat), fenomena SMA “Kampung” Taklukkan SMA “Elite Kota” ini bukan hanya menjadi kebanggaan tersendiri. Tetapi menjadi menarik bahwa ada kemajuan signifikan tentang kualitas SMA-SMA Negeri di daerah sekarang ini. Terus terang sudah menjadi semacam mitos bahwa hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) adalah jauh lebih bergengsi ketimbang hasil Ujian Nasional SMA. Hal ini bisa dimaklumi kalau melihat kepada fakta begitu banyak kejadian kebocoran soal pada pelaksanaan Ujian Nasional SMA, sementara SNMPTN relatif lebih terkontrol meskipun ada sedikit tercoreng dengan kasus joki.

Bahwa selama ini SNMPTN, yang dimulai pada tahun 1989 dengan nama Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) kemudian berganti-ganti nama -----antara lain terakhir SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sejak 2002, sebelum berganti nama SNMPTN sejak tahun 2008 hingga sekarang ini----- adalah seleksi yang sangat berkualitas, kredibel, dan efisien. Secara akademis hasilnya berkualitas tinggi karena calon mahasiswa yang diterima adalah mereka yang berhak atas kecerdasannya dan tidak ditentukan atau tidak diembel-embeli lagi oleh tebal tidaknya kantung orangtua calon mahasiswa. Kredibel karena penyelenggaraannya dilakukan sangat jujur, dimana secara nasional dari Aceh sampai Papua tidak pernah ada kasus kebocoran soal ujian; dan bahwa ada kasus joki pun telah berhasil ditindak secara pidana; sehingga tidak mempengaruhi hasil secara keseluruhan. Efisien dan hemat secara ekonomi karena setiap calon tidak perlu mendatangi masing-masing PTN yang menjadi pilihannya tetapi hanya cukup datang dan mendaptar kepada Panitia Lokal SNMPTN di PTN terdekat dengan domisili sang calon mahasiswa.


Disertasi DR. Toemin A. Maksoem yang berjudul “Hasil UMPTN Lebih Tajam dari pada Nilai Ebtanas Murni untuk Digunakan sebagai Kriteria Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri” yang dipertahankan di IPB, Bogor pada tahun 1996, telah membuktikan tentang kredibilitas seleksi UMPTN ini. Disertasi ini kemudian dibukukan dengan judul “Mana Yang lebih Dapat Diandalkan Ebtanas atau UMPTN” (Penerbit UI Press 1997) semakin membuka mata publik, bahwa Nilai Ebtanas Murni tidak dapat menggantikan UMPTN sebagai alat seleksi untuk memilih calon mahasiswa baru PTN.


Tak mengherankan bila komunitas pendidikan tinggi di dunia internasional pun sangat mengapresiasi kredibilitas penyelenggaraan UMPTN di Indonesia. Ini terbukti dalam kriteria Selektivitas Mahasiswa dalam ranking perguruan tinggi di Asia Pasifik versi majalah “AsiaWeek” (Hong Kong) , PTN-PTN Indonesia menduduki skor tertinggi yakni ITB nomor 1, UI nomor 5, UGM nomor 6, Undip nomor 19 dan Unair nomor 37 (“Time of Ferment”, Cover Story Education, Asia Week, 30 Juni 2000).

Bertahap Harus Dikaitkan UN SMA dengan SNMPTN

Oleh karena adanya fenomena kemajuan signifikan SMA-SMA Negeri di daearah pada hasil akhir Ujian Nasional SMA 2011 dan kemungkinan adanya “stagnansi” pada SMA-SMA Negeri mapan yang selama ini lebih dikenal dalam kaitan dengan SNMPTN. Maka menjadi sangat menarik menunggu hasil SNMPTN 2011 yang baru saja dilaksanakan pada 31 Mei dan 1 Juni 2011. Bila ada korelasi kuat antara prestasi SMA Negeri dan prestasi individu siswanya yang berprestasi secara nasional pada Ujian Nasional SMA 2011 dengan hasil SNMPTN 2011, maka kita boleh menaruh harapan bahwa ada kemajuan dalam proses pendidikan di SMA-SMA Negeri di daerah.

Dan selanjutnya perlu diteliti secara lebih mendalam bahwa boleh jadi ada keterkaitan perkembangan prestasi SMA-SMA Negeri dan atau swasta di daerah atau secara nasional dengan kebijakan untuk memberikan “kepercayaan” nilai Ujian Nasional SMA mulai diperhitungkan sebagai alat seleksi yang memiliki bobot tertentu bagi penerimaaan mahasiswa baru pada PTN secara nasional. Sehingga ada kesinambungan antara hasil binaan para guru SMA dengan PTN yang akan menyeleksi para calon mahasiswanya. Paling tidak, kebijakannya bisa dilakukan secara bertahap sampai diyakini betul setelah melalui riset yang kredibel bahwa memang ada keterkaitan kuat antara prestasi pada Ujian Nasional SMA dengan SNMPTN.



Kamis, 02 Juni 2011

Topi Pandan yang Menawan


Oleh Cardiyan HIS


Bung Karno pun memakainya di kala jalan-jalan di tempat pembuangannya di Bengkulu, sampai mendapatkan sang pujaan hati Fatmawati.



Uang bisa diciptakan. Bukan hanya di Jakarta tetapi juga di desa-desa. Syaratnya asal selalu memiliki kreatifitas. Terlebih di desa-desa di Indonesia masih banyak tanah terlantar atau bahkan banyak ditemui halaman belakang rumah yang lumayan luas sementara ekonomi keluarga anda secara kebetulan pula sedang mengalami kemarau yang berkepanjangan. Kemudian anda ingin memiliki uang cukup. Bagaimana caranya?

Mulailah berfikir untuk menanam pohon Pandan. Apalagi kalau. kebetulan anda dianugerahi kebolehan dalam hal anyam-menganyam seperti yang dimiliki oleh penduduk di daerah Rajapolah (Tasikmalaya, Jawa Barat), pinggiran Tangerang (Banten), dan Gombong (Kebumen, Jawa Tengah), yang merupakan sentra-sentra kerajinan tangan.

Pohon Pandan (Pandanus tectorius) adalah tanaman asli Indonesia. Habitus yang baik bagi tumbuhnya pohon ini adalah di daerah pesisir sampai ketinggian 800 meter dari permukaan laut. Selain Pandanus tectorius -----yang adalah merupakan varietas unggul serta biasa digunakan sebagai bahan utama pembuatan topi Pandan----- dalam famili Pandan-pandanan ini terdapat pula pohon Pandan Jaksi (Pandanus pandanaceae). Namun species Pandan Jaksi ini lebih banyak digunakan untuk bahan anyaman topi Pandan yang kualitas kasar bahkan lebih cocok untuk bahan anyaman tikar Pandan. Selain morfologis Pandan Jaksi ini rata-rata lebih besar dari Pandanus tectorius, maka pada bagian punggung Pandan Jaksi, di bawah lengkung "talang air" -----yang merupakan ciri-ciri pohon Pandan----- tidak terdapat duri (spina) sebagaimana yang ada pada Pandanus tectorius. Serat yang dikandung baik oleh Pandanus tectorius maupun oleh Pandan Jaksi menyebabkan pohon ini jadi kesayangan para penganyam. Hal semacam ini ada pula pada pohon Panama (Panama americana) yang menjadi bahan utama topi Panama.

Di atas lubang-lubang galian sedalam 1 (satu) meter anak-anak pohon pandan yang merupakan bibit, ditanam. Sudah barang tentu tanah yang akan dijadikan tempat habitusnya itu harus sudah terjamin kompleks humusnya. Untuk memperoleh hal itu, orang melakukan tindakan pemupukan jauh sebelum waktu tanam dimulai, Biasanya, sebagaimana yang di lakukan kebanyakan penanam-penanam sekaligus penganyam pandan, di desa-desa kecamatan Rajapolah (Tasikmalaya) adalah mempergunakan pupuk alam. Entah kenapa, tapi kata mereka pupuk ini lebih baik dari pupuk kimia seperti Urea, Sendawa Chili, ZA. Yang jelas pupuk dari jenis terakhir ini memang cukup mewah untuk ukuran kantong mereka.


Suwakan
Jarak terbaik antara lubang situ dengan lainnya adalah antara 3 sampai 4 meter. Dan di musim penghujanlah konon waktu paling tepat untuk mulai menanam pohon ini. Pada musim ini segala kebutuhan bagi tumbuh baiknya pohon Pandan lebih banyak terjamin.

Sebab orang menanam pohon Pandan terutama dengan harapan baiknya keadaan daun-daun pada waktu akan dipetik. Pernah, pada tahun 1960 petani-petani pohon Pandan di daerah Cihaurbeuti, Ciamis (tetangga kecamatan Rajapolah), mengalami kerugian besar karena salah memilih waktu tanam. Daun-daun Pandan pada mengering dan menghasilkan serat yang jelek-jelek. Pada musim kemarau panjang sekarang ini pun serat Pandan yang baik sulit didapatkan, sehingga mengakibatkan harga ayaran Pandan melonjak tinggi. Setelah itu dengan sedikit rajin membersihkan tumbuh-tumbuhan parasit seperti rumput Alang-alang (Imperata cylindrica) dan rumput Teki (Eleocharis dulcis) ditambah sedikit rasa sabar dalam membasmi hama pohon yang bernama Kepik Indol-Indol (Mylabris pustulata) yang terkenal amat rakus memakan-habiskan daun mudanya. Maka insya Allah dalam tempo 19 bulan, daun Pandan yang sedang mulai membesar itu sudah bisa dipetik.

Dalam hal ini, harap jangan diumbar rasa ingin kaya, hingga sekarang pemetikan dilakukan, habislah daun-daun itu. Cara paling selamat dan paling baik dalam hal petik-memetik ini adalah masing-masing pohon sebanyak 6 helai daun dua bulan sekali. Dengan pisau khusus, duri-duri yang ada padanya itu kita buang. Kemudian dengan alat sejenis yang bernama suwakan (micro stome), berukuran 5 x 2 cm, daun-daun selesai dipetik ini diiris-iris hingga seragam bentuknya. Untuk mendapatkan serat, irisan seragam itu direbus, direndam selama semalam, lalu dijemur. Sampai di sini serat yang akan digunakan menganyam itu sudah didapatkan. Tinggal lagi terserah pada keterampilan tangan yang akan menganyam. Dan duit sudah mulai bisa dihitung-hitung mulai dari sini.

Referensi:
HIS, Cardiyan,
“Pandanus tectorius Plus”, Rubrik Ilmu, majalah Tempo, Jakarta, 18 Nopember 1972.
HIS, Cardiyan, “Topi Panama”, majalah Prima, Bandung, April 1973.