Rabu, 26 Agustus 2009

Pemerintah RI, Bagaimana Kalau Carrefour dan Sejenisnya 1 Hari Libur?

Oleh Cardiyan HIS


Sebagai uji coba di bulan puasa Ramadhan 1430 H ini misalnya dipilih satu hari saja libur yakni hari ke 22 puasa Sabtu 12 September 2009 atau setelah para karyawan swasta, PNS, TNI dan Polri mendapat gaji bulanan serta mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) yakni 19 September 2009. Agar mereka membelanjakan sebagian uangnya untuk para pengusaha kecil di pasar-pasar tradisional.




Seorang rekan sesama alumni ITB prihatin berat. “Dalam jangka tidak terlalu lama lagi, ratusan ribu pemilik warung kecil akan menjadi pengangguran”, dia seolah meramal dengan keprihatinan yang mendalam. Jutaan pedagang “Pasar Becek”, akan mengais-ngais rejeki di selokan dan menghela gerobak memungut barang bekas, kardus, dan gelas plastik. Mereka adalah orang Indonesia, rakyat Indonesia yang tersisih, yang terpinggirkan, yang termarjinalisasi karena kalah dalam persaingan, yang dibuka kancahnya justru oleh PEMERINTAH-nya sendiri.


Persis layaknya pertarungan WFC kelas bebas saja. Tidak ada lagi aturan main. Yang badannya besar, kuat, kelas berat, diadu langsung dengan mereka yang kelas bulu. Sepak terjang pelaku ekonomi seperti bertarung di ring tanpa aturan apa pun. Apa pun boleh dipukul, segala cara pun halal, licik, ganas, kejam, berlaku sah dan boleh. Wasit memang ada tetapi seperti tiada.


Sekarang memang tambah banyak orang Indonesia yang sudah pandai sekali. Apalagi para lulusan “World Class University” di negeri Paman Sam Amerika Serikat dan di Eropa sana yang bukan kebetulan bila mereka banyak bercokol di kursi pengambil kebijakan Pemerintahan Indonesia. Dengan mindset yang dimilikinya praktis mereka tak punya kendala lagi untuk mempraktekkan dan mengembangkan konsep ekonomi supra-liberal alias ekonomi hukum rimba dalam industri retail khususnya, dan industri secara umum. Bahkan “lebih Amerika dari Amerikanya sendiri. Atau lebih Eropa dari Eropanya sendiri”.


Jadi apa yang diharapkan lagi dari para orang pandai bila tak mampu mengkonversi kepandaiannya untuk kemajuan bangsanya, untuk kesejahteraan rakyatnya? Padahal puncak dari segala puncak kepandaiaan seseorang adalah bila ilmunya bermanfaat untuk masyarakat. Nah, harapan agaknya tinggal kepada Pemerintah untuk memiliki dan menerapkan kebijakan memihak pengusaha kecil, agar kemudian mereka tumbuh dan berkembang setapak demi setapak menjadi pengusaha menengah bahkan suatu ketika akan menjadi pengusaha besar. Mengapa Pemerintah? Waktu kuliah Ilmu Pajak dan Hukum Tata Negara di semester akhir di Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, di Bandung, dosen saya DR. Wiratni, SH., dari Universitas Padjadjaran, di Bandung, menjelaskan kepada para mahasiswa agar berbagai lapisan masyarakat merasakan keadilan disinilah diperlukan kekuasaan mengatur yang dimiliki Pemerintah. Tanpa kekuasaan mengatur, Pemerintah adalah Pemerintah yang tak bisa memerintah.


Bila Pemerintah sadar, atau tidak takut (takut sama siapa sebenarnya sih) ya kekuasaan mengatur itulah yang harus diterapkan dengan tegas demi sebuah kebijakan memihak pengusaha kecil. Bila ada aturan yang sudah terlanjur berjalan tetapi sangat merugikan kepentingan rakyat Indonesia, ya bisa direvisi melalui sidang di Parlemen. Gitu saja repot. Konkritnya untuk urusan industri retail dan industri umumnya, sepak terjang Carrefour, Hypermart, Giant dan sejenisnya perlu diatur kembali.
Untuk masa transisi saya punya usulan; bagaimana kalau Carrefour, Hypermart, Giant dan sejenisnya disuruh 1 (satu) hari libur dalam seminggu yakni setiap hari Sabtu. Ini agar para calon pembeli kalangan berduit membelanjakan duitnya ke pasar-pasar tradisional alias “Pasar Becek”, ke para pengusaha kecil. Sebagai uji coba di bulan puasa Ramadhan ini misalnya dipilih satu hari saja yakni hari ke 22 puasa atau Sabtu 12 September 2009 atau setelah para karyawan swasta, PNS, TNI dan Polri mendapat gaji bulanan serta mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) yakni 19 September 2009.


Untuk ke depan hal-hal yang strategis dalam industri retail dan industri pada umumnya kita atur secara lebih mendalam. Agar semua merasa diperlakukan oleh Pemerintah secara adil. Termasuk juga untuk menjewer manajemen pasar-pasar tradisional milik Pemda yang dikelola amburadul, sehingga premanisme dipelihara. “Pasar Becek” seperti citra yang melekat pada tempat usaha pengusaha kecil sebenarnya bisa tidak becek lagi kalau dikelola secara kreatif. Tampilan barang dagangan di kios-kios bisa dibikin cantik dengan bantuan para mahasiswa Arsitektur dan Seni Rupa dalam sebuah aksi amal masyarakat kampus untuk pengusaha kecil. Pedagang dengan letak kios-kios yang kurang strategis misalnya yang di belakang, agar tak kesepian karena kurang pengunjung bisa dibikin oleh para mahasiswa menjadi jauh lebih menarik. Para pengusaha kecil ini perlu diberdayakan juga kemampuannya dengan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh para mahasiswa ekonomi atau teknik manajemen industri dari berbagai Kabinet Mahasiswa di kampus-kampus Indonesia. Sehingga pada akhirnya akan semakin memancing minat para pembelanja datang. Kepada para pengusaha kecil yang suka pura-pura jujur padahal nakal, untuk tidak berbuat nakal lagi. Misalnya tindakan mengurangi timbangan; menjual daging yang tidak sehat bahkan mencampur dengan daging babi hasil buruan pemburu liar; menjual dendeng babi liar sebagai daging sapi; dan sebagainya adalah tindakan kriminal karena menipu dan merugikan konsumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar