Oleh Cardiyan HIS
Perilaku sebagian konglomerat Indonesia memang sering menjengkelkan. Cari duit di Indonesia tetapi kalau membelanjakan uangnya malah di Singapura. Buktinya? Lippo Group dan Mayapada Group secara atraktif menyumbang sekolah Singapura. Ada apa sebenarnya?
Kalau soal koruptor atau para maling kelas kakap dari Indonesia lari ke Singapura itu mah biasa. Maklum saking sering terjadi. Padahal sebenarnya bisa disebut kejadian luar biasa karena korupsi adalah kejahatan luar biasa. Dan biasanya pula, mereka tak pernah berhasil dicokok polisi Indonesia, apalagi sampai diboyong kembali lagi ke Indonesia. Karena meskipun paspor mereka telah dicabut oleh Pemerintah RI, tokh Singapura tetap “belagu bego” tak mengusirnya. Contoh paling gres ya kasus konglomerat Joko Candra, karena gagal dieksekusi oleh Kejaksaan Agung. Joko Candra dan pencoleng-pencoleng uang milik rakyat Indonesia sebelumnya ini eh malah “dipelihara” terus oleh Singapura. Karena memang mereka punya duit simpanan hasil rampokan dari Indonesia kok, ya bagi pemerintah Singapura pun sangat “bermanfaat” tokh, untuk kemudian dikembang-biakkan oleh bank-bank Singapura. Dan boleh jadi duit rampokan ini sebagian dikucurkan sebagai pinjaman komersial kepada pengusaha-pengusaha Indonesia di Jakarta.Tragis!
Yang menjadi luar biasa adalah kelakuan lain konglomerat. Meskipun itu namanya perbuatan “mulia” memberikan sumbangan. Sudah tahu sangat banyak rakyat Indonesia kesulitan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena tak ada duit. Sehingga mereka sangat pantas dan layak untuk menerima bantuan bea-siswa untuk biaya pendidikan dari para warga negara Indonesia yang kebetulan lebih beruntung hidupnya. Eh, konglomerat seperti Stephen Riady, President of the Lippo Group of Companies, Indonesia, secara atraktif malah menyumbang National University of Singapore Business School, sebesar £6.7 juta atau $14 juta. Sejauh ini merupakan sumbangan terbesar pribadi dari pengusaha swasta luar Singapura untuk sekolah kebanggaan pemerintah Singapura ini bahkan dibanding dengan jumlah sumbangan pengusaha yang berasal dari pengusaha Singapura sendiri. Kemudian perilaku Stephen Riady ini dilanjutkan oleh koleganya sesama konglomerat Indonesia yakni Tahir, Chairman of Mayapada Group dengan menyumbang $1 juta untuk NUS Business School pula.
Meskipun kita tak bisa mengatur atau mencegah setiap pengusaha atau siapa pun untuk membelanjakan uang yang dimilikinya apalagi dengan “cap sumbangan pendidikan” ke mana dia mau menyumbangnya. Namun kedua pengusaha Indonesia ini sepertinya tidak memiliki kepekaan atas penderitaan nyata rakyat Indonesia dimana mereka selama ini tinggal menghirup udara oksigen bersih Indonesia, dan menerima sinar matahari gratis sepanjang tahun serta makan nasi “pulen” dengan lauk pauk lezat dan air bersih Indonesia. Padahal mereka menjadi besar karena mencari duit di Indonesia. Eh, malah menyumbangkan keuntungan yang diraihnya untuk sekolah Singapura. Aduh!
Ketiadaan sensitifitas ini sangat-sangat disesalkan. Coba untuk waktu-waktu mendatang Stephen Ryadi dan Tahir bila berniat tulus untuk menyumbang beasiswa hendaknya meniru mantan Presiden RI ketiga, Prof.DR.Ing. BJ Habibie. Melalui BJ Habibie Center, semua gaji yang diperoleh BJ Habibie selama puluhan tahun bekerja untuk Rakyat Indonesia dan sebagian keuntungan royalti atas banyak invensinya yang berkelas dunia diberikannya pula sepenuhnya bagi siswa dan mahasiswa cerdas miskin Indonesia untuk bisa melanjutkan sekolah.
Di tengah berbagai kontroversi tentang perilaku konglomerat berikut, tetapi mereka tak mengabaikan prinsip kepekaan dan kepantasan dengan menyumbang pendidikan untuk Indonesia di Indonesia. Sampoerna Group misalnya menggandeng ITB -----yang merupakan perguruan tinggi nomor 90 terbaik untuk bidang Teknologi di Dunia versi the TIME HE QS (UK) ----- untuk membangun dan mengembangkan MBA Sampoerna ITB agar berkelas dunia pula. Sampoerna Group membiayai penuh para mahasiswa cerdas miskin untuk menikmati kuliah dengan kualitas dunia. Atau Bakrie Group yang memberikan beasiswa penuh kepada para siswa cerdas miskin untuk sekolah gratis di Sekolah Bisnis Achmad Bakrie. Atau Tanoto Foundation yang memberikan beasiswa kepada banyak siswa dan mahasiswa cerdas miskin pada berbagai sekolah dan perguruan tinggi yang berada di Indonesia, bukan untuk sekolah yang berada di Singapura.
Bahan-bahan antara lain dari:
http://www.bschool.nus.edu.sg/corpdev/bizleads/BIZ%20Leads%
http://www.thefinancialexpress-bd.com/2007/11/13/17021.html
Selasa, 25 Agustus 2009
Cari Duit di Indonesia, Menyumbang Sekolah Singapura. Aduh!
Label:
Cardiyan HIS,
Singapura,
Stephen Ryadi,
Sumbang Sekolah,
Tahir
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut