ITB Berubah: Menghargai Entrepreneur Arifin Panigoro dengan Doktor HC
Oleh Cardiyan HIS
ITB berubah. ITB yang sangat pelit dalam memberikan gelar doktor kehormatan (DR. HC) karena kriterianya sangat ketat dan baru memberikan DR. (HC) kepada 6 (enam) orang saja. Salah satu yang mendapat penghargaan pelit ITB ini adalah Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI sekaligus alumnus ITB angkatan pertama (1920). ITB akan mengubah sejarahnya dengan memberikan DR.(HC) kepada seorang entrepreneur papan atas Indonesia; Ir. Arifin Panigoro. Rencananya Arifin Panigoro, pendiri dan pemilik utama Medco Group akan diganjar DR.(HC) bidang Technopreneur pada Sidang Terbuka ITB, di Aula Barat ITB, Sabtu, 23 Januari 2010.
Penghargaan ITB untuk Arifin Panigoro, seorang Entrepreneur atau lebih spesifik lagi Technopreneur papan atas Indonesia patut disambut baik. Terlebih sebelumnya ITB telah mengundang kontroversi atas rencana pemberian DR. (HC) kepada Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI sekarang, yang berujung dengan “pembatalan” karena SBY sendiri meminta untuk “menunda”-nya karena alasan politis yang bakal merugikan citranya dan citra ITB pula.
Keputusan ITB kali ini sangat tepat karena Arifin Panigoro adalah salah satu alumnus ITB (Teknik Elektro) yang sangat menonjol dalam proses pencapaian kewirausahaannya, sehingga meraih derajat “world class genuine entrepreneur especially in energy industry”. Kakang Pipin (begitu nama akrab dan egaliter yang dipanggil teman-temannya) memulai kewirausahaannya dari perusahaan kecil yang didirikannya sejak lulus dari ITB awal tahun 1970an. Kecerdasannya dalam mengendus peluang dan (terutama) keberaniannya dalam mengambil risiko telah membawanya meniti tangga demi tangga menjadi seorang Wirausaha Sejati kelas dunia.
ITB sebenarnya sangat terlambat dalam memberikan apresiasi DR.(HC) bagi kalangan Wirausaha Sejati. UGM telah lebih dulu memberikan DR.(HC) kepada salah seorang alumnus terkemukanya, Jakob Oetama, Founder and Chairman Kompas Gramedia Group dan bahkan kepada Ir. Ciputra, yang nota bene adalah alumnus Departemen Arsitektur ITB!. Tetapi seperti pepatah masih lebih baik terlambat dari pada tidak berbuat sama sekali, bolehlah kita menghargai keputusan ITB ini.
Dan yang lebih penting keputusan ITB ini tidak berhenti hanya kepada memberikan DR. (HC) kepada seorang Wirausaha Sejati, Arifin Panigoro, tetapi bertindak nyata dalam mengukuhkan kerjasama yang lebih intens dengan kalangan dunia usaha. ITB harus aktif jemput bola, mendatangi industri agar mau memanfaatkan invensi dan inovasi kampus ITB dalam upaya meningkatkan skala usahanya. Banyak kolega penulis yang “curhat” kepada penulis bahwa ITB terlalu sombong untuk mau “door to door” mendatangi perusahaan-perusahaan yang sebenarnya merupakan “potential clients”.
Kita sangat berharap, pemberian DR.(HC) oleh ITB kepada yang berhak dengan latar belakang Technopreneur sekelas Arifin Panigoro akan memberikan inspirasi kepada para alumni ITB, baik yang baru memulai maupun yang tengah didera banyak masalah dalam proses kewirausahaannya untuk tetap tidak menyerah dalam mengarungi samudra ganas dunia usaha. Perjuangan Anda seperti halnya Wirausaha Sejati Arifin Panigoro, Aburizal Bakrie, Ciputra, TP Rachmat, Beny Subianto, Iman Taufik, Achmad Kalla dan masih banyak lagi, suatu ketika akan terbukti dapat memberikan solusi terhadap permasalahan bangsa Indonesia dalam membuka kesempatan kerja yang sangat luas.
Dan last but not least, ITB harus pula mengubah mindset dalam cara pandang menangani mahasiswa ITB secara keseluruhan terlebih lagi kepada para mahasiswa yang memiliki minat tinggi kepada dunia kewirausahaan. ITB hendaknya memandang mahasiswa sebagai bagian dari proses pendidikan untuk suatu “human investment” berjangka panjang dan bukan menganggap menangani mahasiswa adalah suatu “cost centre” yang buang uang dan buang waktu. Maka ITB hendaknya memberikan lebih banyak lagi proses latihan kepada para mahasiswanya yang merupakan bibit unggul terbaik di kawasan Asia Pasifik dalam hal Selektifitas Mahasiswa. Cetak lebih banyak lagi “Business Incubator” pada unit-unit kegiatan mahasiswa. Dari sinilah awalnya sebenarnya puluhan tahun kemudian akan dijumpai banyak alumni ITB yang berkelas Arifin Panigoro bahkan akan melampaui skala ekonominya juga proses pencapaiannya yang bermartabat.
ITB akan dicap gagal total kalau tak mampu menaikkan nilai tambah kepada para mahasiswanya yang talentanya sangat hebat (high achiever) kalau hanya berkutat pintar mengawasi bahkan memata-matai kegiatan mahasiswa ITB dan hanya pintar memberikan sanksi akademis. ITB memang harus berubah menjadi lebih sabar dan lebih kreatif menuju “ITB Technopreneur University” berkelas dunia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar