Ketika Larangan Merokok Kandas di Tangan Jenderal Soeharto
Oleh Cardiyan HIS
Menteri Kesehatan RI Mayjen Dr. dr. Soewardjono Soerjaningrat SpOG (K) kembali dipercaya oleh Presiden RI Soeharto untuk melanjutkan masa jabatannya untuk periode kedua yakni periode 1983-1988. Kepercayaan ini menunjukkan bahwa Presiden Soeharto sangat mempercayai kemampuan Dr.dr. Soewardjono Soerjaningrat memimpin Departemen Kesehatan RI, sebuah departemen yang terbilang besar dalam jajaran Kabinet Pembangunan.
Barangkali Presiden Soeharto sangat terkesan dengan cara-cara Soewardjono Soerjaningrat yang senantiasa menyampaikan program-program kesehatan dengan secara sadar menyesuaikan diri dengan bahasa yang bisa dipahami oleh rakyat Indonesia, yang sebagian besar pendidikannya masih rendah. “Bukan rakyat yang harus mengerti program-program kesehatan Departemen Kesehatan tetapi kita yang harus meyakinkan rakyat bahwa program kesehatan yang ditawarkan akan mengangkat kepentingan mereka,” kata Soewardjono Soerjaningrat kepada penulis tentang rahasia keberhasilan Program Keluarga Berencana yang sangat dipuji dunia internasional.
Namun ada kejadian yang menarik tentang upaya Soewardjono Soerjaningrat dalam meyakinkan Presiden Soeharto untuk melarang atau setidaknya membatasi kebiasaan merokok pada banyak rakyat Indonesia. Soewardjono Soerjaningrat berupaya meyakinkan Pak Harto betapa berbahayanya merokok bagi kesehatan rakyat Indonesia. Dan ia memohon kepada Pak Harto agar melakukan tindakan melarang merokok kepada rakyat Indonesia yakni dengan mencantumkan bahaya merokok di bungkus rokok seperti di negara-negara maju.
“Pak Harto dengan atraktif merokok cerutu sambil mendengarkan permintaan saya,” kata Soewardjono Soerjaningrat. Sudah bisa diduga, Presiden Soeharto menanggapi dingin usulan Soewardjono Soerjaningrat ini. “Saya tidak mau mematikan kehidupan ribuan petani tembakau,” Soewardjono Soerjaningrat menuturkan alasan Presiden Soeharto tak mau mengeluarkan kebijakan larangan merokok.
Dan Soewardjono Soerjaningrat diperintahkan Presiden Soeharto agar lebih meningkatkan dan memperkaya program kesehatan terutama program Keluarga Berencana dari pada terus mengusulkan perlunya kebijakan pemerintah untuk melarang merokok kepada rakyat Indonesia.
Beruntunglah bahwa penerus Soewardjono Soerjaningrat sebagai Menteri Kesehatan yakni Dr. Adhyatma, MPH dengan tegas menerapkan larangan merokok dengan memulainya di lingkungan k antor Departemen Kesehatan RI, jalan HR Rasuna Said, Jakarta. Gebrakan ini setidaknya menyadarkan para karyawan dan pimpinan di Departemen Kesehatan RI agar menjadi suri tauladan bagi masyarakat untuk tidak merokok.
Gebrakan Dr. Adhyatma kemudian ditindak-lanjuti dengan gebrakan yang lebih menggigit lagi yakni diberlakukannya kewajiban bagi produsen rokok untuk mencantumkan dalam kemasan produk rokoknya tentang bahaya merokok bagi manusia. Tentang bagaimana pengaruh kebijakan baru ini dalam mengurangi jumlah para perokok di Indonesia memang memerlukan waktu untuk mendata jumlah yang sebenarnya. Tetapi kebijakan ini adalah suatu kebijakan yang sangat berani dalam mencegah sedini mungkin jumlah para calon potensial perokok baru dan menggugah sikap para perokok berat untuk mencoba juga menghargai masyarakat yang tidak merokok.
Apa rahasianya Dr. Adhyatma berhasil melakukan itu? Ya Adhyatma tak minta petunjuk terlebih dulu kepada Jenderal Soeharto berbeda seperti selalu dilakukan oleh Menteri Penerangan Harmoko yang selalu minta petunjuk bos. Ia tembak langsung saja. Dan itulah salah satu jasa Dr. Adhyatma dalam pencantuman bahaya merokok pada bungkus rokok sampai sekarang ini. Malahan sebenarnya Dr. Adhyatma ingin pabrik rokok menampilkan gambar seram-seram orang sakit akibat bahaya merokok seperti di negara-negara maju.
Dipetik dari buku: “Mencatat Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia, Era 1973-2009” oleh Cardiyan HIS et al., Departemen Kesehatan RI, Desember 2009.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar