Minggu, 10 Juli 2011
Selamat Datang Profesor. Bedahlah Penyakit PSSI
Oleh Cardiyan HIS
Penantian lama mereformasi PSSI setelah tumbangnya rezim Nurdin Halid, untuk sementara berakhir sudah dengan terpilihnya Ketua Umum PSSI Prof.DR. Djohar Arifin Husein. Mantan pemain seangkatan breaker Nobon (PSMS/timnas) dan stopper Risnandar (Persib/timnas), wasit FIFA dan pejabat tinggi serta profesor ini diharapkan dapat melaksanakan semangat reformasi di tubuh PSSI.
Profesor Djohar sangat paham situasi sepakbola Indonesia. Maka waktu yang sangat berharga yang hilang percuma selama kepengurusan rezim Nurdin Halid harus segera diganti dengan kinerja yang serba cepat tetapi sistematis. Perseneling sudah harus siap digerakkan dari gigi tiga dan gas siap diinjak dalam-dalam untuk mengejar program mendesak terutama hajatan timnas Indonesia di Pra Piala Dunia melawan timnas Turkmenistan (home and away) dan sepakbola SEA Games 2011 di Jakarta-Palembang.
Tetapi seperti sama-sama maklum program PSSI begitu menumpuk untuk secara paralel harus dijalankan segera pula. Perhatian kepada Kompetisi Usia Muda harus menjadi prioritas. Karena dari sinilah suplai bahan baku terbaik bagi tim nasional secara sistematis dan berkesinambungan akan terjadi. Sejarah membuktikan, mengapa prestasi timnas Indonesia bisa berlangsung bagus dan lama sejak 1950-an sampai 1970-an karena ada kesinambungan antara pembinaan timnas Indonesia Yunior dengan timnas Indonesia Senior ketika itu. Peranan sponsor yang sebelumnya diperankan dengan konsisten oleh Medco Group tentu akan semakin berlipat lagi karena perusahaan milik Arifin Panigoro ini, suka atau tidak suka melalui Kelompok 78 sangat berperan besar bagi terpilihnya Profesor Djohar Arifin Husein, sebagai Ketua Umum PSSI dan Farid Rahman, sebagai Wakil Ketua Umum PSSI serta dominasi anggota Kelompok 78 di jajaran Komite Eksekutif PSSI. Tentu sponsor yang lain juga akan menyusul seperti dari Salim Group, Coca Cola dsb.
Dualisme kompetisi Indonesia Super League (ISL) dan Liga Primer Indonesia (LPI) juga optimis akan segera berakhir antara lain dengan terobosan ide menggabungkan kepemilikan masing-masing klub melalui merger. Setidaknya pada klub-klub sekota atau sepropinsi. Ini jawaban sangat logis atas fakta bahwa klub sepakbola professional sudah sepatutnya dilarang memanfaatkan dana bersumber APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) maupun APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional). Karena ini akan menjadi bibit korupsi sistemik dan penyalahgunaan kekuasaan para politikus dalam melanggengkan kekuasaannya. Dana yang dimiliki Rakyat Indonesia ini sangat adil bila dialihkan untuk pembangunan infrastruktur olahraga (tidak hanya sepakbola) dan juga pembinaan sumberdaya manusia dalam membina para calon olahragawan berprestasi melalui pencarian bibit unggul, program pelatihan calon pelatih dan wasit di berbagai kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Pembenahan kompetisi dengan peleburan dua sistem kompetisi menjadi satu kompetisi PSSI diharapkan akan mengerucut kepada meningkatnya prestasi timnas PSSI. Namun ini tidak mudah karena menyangkut banyak hal terutama profesionalisme pemain; wasit; pengurus klub; pengurus PSSI, Komite Eksekutif dan Komisi Disiplin serta Komisi Banding PSSI; aturan pembatasan jumlah pemain professional asing; peranan media cetak dan elektronik dan juga tentunya sikap dewasa penonton. Bila setiap stake holder menyadari kedudukan dan tanggungjawabnya, masalah sponsor kompetisi rasanya tidak akan terlalu sulit lagi. Mengapa? Karena lepas dari pencapaian mutu kompetisi PSSI yang belum bisa dibanggakan, tetapi sepakbola Indonesia memiliki keunggulan luar biasa dalam hal potensi nyata jumlah penonton yang sangat luar biasa serta peliputan media yang luar biasa pula. Hanya dengan kejelian dan profesionalisme pada pengurus PSSI, sepakbola Indonesia akan menjelma menjadi industri sepakbola yang luar biasa di level dunia.
Kita berharap, dengan adanya “Pelajaran Sepakbola Nurdin Halid”, jajaran pengurus PSSI harus sejak awal kepengurusan di PSSI menjadikan organisasi PSSI sebagai “ladang beramal” dan bukan malah sebaliknya sebagai “ladang mencari duit”. Kita akan sangat mengapresiasi bila niat baik mereka diwujudkan dengan karya nyata terwujudnya prestasi tim nasional Indonesia di jajaran elite dunua. Tentu pencapaiannya secara bertahap dan sistematis. Sebab bukankah membangun Roma tidak bisa diwujudkan dalam satu hari?
Selamat bekerja Profesor Djohar Arifin Husein. Sampai ketemu di stadion Senayan manakala timnas Indonesia menjuarai sepakbola SEA Games 2011 dan timnas senior Indonesia lolos Pra Piala Dunia.
www.cardiyanhis.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar